Massa aksi memenuhi halaman Kantor DPRD Jayawijaya
|
MAJALAHLAPAGO, WAMENA - Sekitar
10 ribu rakyat Papua di Kota Wamena melakukan demosntrasi di Kantor Dewan
Perwakilan Rakyat Jayawijaya di Wamena dalam rangka memperingati hari Hak Asasi
Manusia (HAM) yang diperingati setiap tanggal 10 Desember. Ribuan rakyat ini
menegaskan penolakan mereka pada tim terpadu penanganan dugaan kasus
pelanggaran HAM Papua yang dibentuk oleh Menteri Kordinator Politik, Hukum dan
Keamanan (Menkoplhukam) RI beberapa waktu lalu.
Ribuan
rakyat Papua ini diterima oleh Ketua I DPRD Soleman Elosak bersama 10 anggota
DPRD. Mereka memenuhi halaman kantor DPRD dan saling bergantian menyampaikan
orasi.
“Kami
datang sekitar jam 12 siang dan bubar dengan tertib pada jam lima sore, setelah
aspirasi kami sampaikan kepada DPRD,” kata Dominikus Surabut, perwakilan Dewan
Adat Lapago yang terlibat dalam aksi ini, Sabtu (10/12/2016) di Wamena.
Dikatakan
Dominikus, aksi rakyat Papua ini menegaskan pada dunia bahwa kekerasan negara
terus berlanjut dimasa Otonomi khsusus. Pada masa ini dimulai dengan penculikan
dan pembunuhan ketua Presidium Dewan Papua, Theys Hiyo Eluay, pada 10
November 2001 oleh Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Tentara Nasional
Indonesia. Selanjutnya rentetan peristiwa kekerasan lain seperti 6 Oktober 2000
dan 4 April 2003 Peristiwa Wamena Berdarah; 16 Maret 2006 Peristiwa Uncen
Berdarah; 9 Agustus 2008 pembunuhan kilat Opinus Tabuni di Hari Pribumi
Internasional; 3 Agustus 2009 pembunuhan kilat Yawan Yaweni di Yapen; 16
Desember 2009 pembunuhan Kilat Kelly Kwalik di Timika; 19 Oktober 2011
peristiwa Kongres Rakyat Papua ke-III di Jayapura; 13 Juni 2012 Peristiwa
pembunuhan kilat Mako Tabuni di Jayapura; 18 Desember Pembunuhan Kilat Hubertus
Mabel di Wamena; 08 Desember 2014 pembunuhan anak anak sekolah di Paniai dan
banyak peristiwa kekerasan lain yang terjadi di Papua Barat.
“Selain
itu, kekerasan Negara dalam bidang Sosial, Ekonomi dan Budaya, melalui
pelayanan kesehatan yang tidak memadai, kasus HIV-AIDS tertinggi di Indonesia,
angka kematian ibu dan anak di Papua tertinggi di Indonesia dan hampir 75
persen rakyat Papua hidup dibawah garis kemiskinan terjadi hingga saat ini,”
kata Dominikus.
Disamping
itu, lanjutnya, penyelenggaraan pendidikan masih belum merata - masih banyaknya
anak usia sekolah yang tidak dapat bersekolah karena mahalnya biaya pendidikan
dan kualitas manusia Papua memiliki IPM paling rendah di seluruh Indonesia.
“Pelayanan
publik carut marut, minuman keras merajalela, eksploitasi sumber daya alam menjadi
fakta pelanggaran HAM di Papua,” lanjut Dominikus.
Sehingga
rakyat Papua, dalam rangka hari HAM ini menegaskan penolakan terhadap tim
pencari fakta pelanggaran HAM yang dibuat Presiden Republik Indonesia Joko
Widodo melalui Menkopolhukam. Tim ini, diketahui merencanakan penyelesaian
kasus pelanggaran HAM Papua dengan membayar kompensasi atau bayar kepala kepada
korban.
“Korban
di Papua adalah korban politik dan penyelesaian juga melalui mekanisme Politik
dan Hukum Internasional,” ungkap Dominikus.
Di tempat
yang sama, Engelbert Surabut, tokoh Dewan Adat Baliem, usai menyerahkan
pernyataan sikap yang berisi aspirasi rakyat Papua kepada anggota DPRD mendesak
Presiden Republik Indonesia Ir. Joko Widodo, agar secara terbuka memenuhi dan
memfasilitasi Tim Pencari Fakta dari PBB datang ke Papua Barat, sesuai hasil
rekomendasi sidang Umum PBB yang 71 dan Sidang Dewan HAM PBB tahun 2016.
“Ini untuk
menjaga kewibawan Indonesia sebagai negara yang menjungjung tinggi HAM dan
mengedepankan nilai-nilai demokrasi,” kata Engelbert.
Soroton
internasional, lanjutnya menandakan bahwa Indonesia telah gagal menjamin masa
depan rakyat Papua Barat, karena masih terjadi kekerasan aparat militer dan
sipil terhadap Rakyat Papua untuk menutupi ruang demokrasi dan ruang kebebasan
hak menentukan nasib sendiri atas aneksasi politik 1961 di Tanah Papua. (JUBI)
0 Response to "Hari HAM, Ribuan Rakyat Papua Tolak Tim HAM Menkopolhukam"
Posting Komentar