Pdt. Andrikus Mofu (Foto:Ist) |
Hal ini disampaikan oleh Pdt Karel Phil Erari, mantan Sekretaris BPAm GKI Di Tanah Papua dan Wakil Ketua Majelis Pertimbangan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), dalam catatannya atas Sidang Sinode XVII GKI Di Tanah Papua di Waisay-Klasis Raja Ampat Utara. Sidang itu berlangsung dari 11 Maret hingga 17 Maret 2017.
"Kita ucapakan selamat kepada semua anggota BPAM yang terpilih. Kepada BPAM terpilih ini, kita menitipkan pesan dan harapan agar agenda rekonsiliasi dan rehabilitasi segera dilakukan. BPAM baru diharapkan pula untuk mengevaluasi seluruh kebijakan selama 2011-2016 dan mempersiapkan strategi pelayanan selama 2017-2022 yang lebih adil komprehensif dan bermartabat, sesuai dengan Tata Gereja serta semua peraturan Pokok dan Peraturan Pelaksanaannya," tulis Karel Phil Erari dalam akun FB-nya hari ini (19/03).
Beberapa catatan ia bubuhkan atas sinode itu. "Kita menyaksikan terjadinya persidangan Sinode GKI di Tanah Papua yang sarat dengan kontroversi pro-konta. Sidang itu mendapat penolakan yang serius dari Wakil Ketua dan Sekretaris BPAm bersama ketua Badan Pemeriksa Keuangan GKI, yang "dipecat" oleh ketua dan wakil sekretaris Sinode," tulis dia.
Menurut dia, penolakan juga datang dari sebuah Forum Presbiter dengan dukungan dari 10 mantan Pimpinan Harian Sinode GKI periode 1962-2011.
Penolakan-penolakan tersebut, kata dia, didasarkan pada peraturan Persidangan GKI, dimana sidang Sinode harus dipimpin Badan Pekerja Am Sinode yang terdiri dari 5 anggota eksekutif. Laporan Umum BPAM harus disampaian oleh Sekretaris BPAM yang notabene sudah dipecat.
Laporan Keuangan oleh bendahara, harus mendapat verifikasi dan diaudit terlebih dahulu oleh BPPG. Padahal, ketuanya juga dipecat dan dipensiunkan.
Lebih jauh, ia mencatat bahwa ketiga pejabat GKI yang diberhentikan, termasuk puluhan pendeta GKI yang dikenakan skorsing mendadak oleh ketua Sinode, tidak diberi hak konstitusi untuk "naik banding" dalam Sinode.
Pada saat yang sama, dorongan agar terjadinya rekonsiliasi di tingkat BPAM, menurut Karel Phil Erari, tidak diberi ruang, juga oleh ketua panitia.
Menurut Karel Phil Erari, delegasi Klasis Baleim Yalimo juga diusir oleh pimpinan sidang dan sehari kemudian meninggalkan Waisai kembali ke Wamena.
Lebih parah, panitia sidang dan pimpinan menghadirkan aparat penegak hukum dan keamanan TNI Polri menjaga ketat arena persidangan, sehingga sinode sebagai pesta iman berubah menjadi suatu sidang yang bernuansa politik, hal mana tidak pernah terjadi dalam persidangan GKI Tanah Papua sejak 1956.
Oleh karena itu, Karel Phil Erari berharap ketua yang baru dapat melakukan rekonsiliasi.
FPPJ Melapor Kepada PBB
Sementara itu Ketua Pengarah pada Forum Persekutuan Presbiter dan Jemaat (FPPJ) GKI Klasis Manokwari dan se-Tanah Papua, Yan Christian Warinussy, mengatakan pihaknya menyambut terpilihnya Badan Pekerja Am Sinode Gereja Kristen Injili (GKI) Di Tanah Papua yang baru periode tahun 2017-2022 di bawah pimpinan Pdt.Andrikus Mofu, M.Th.
Menurut dia, ini menunjukkan bahwa segenap komponen jemaat dan para presbiter (penatua, penatuati, syamas dan syamaset) bersatu dan mewujudkan kehendaknya bersama untuk melakukan pembaruan (reformasi) dalam tubuh GKI Di Tanah Papua.
Sebagai bagian dari gerakan reformasi dalam GKI Di Tanah Papua, FPPJ memandang babak baru telah dimulai dengan lahirnya sejumlah pemimpin di aras Sinode GKI saat ini, baik pada Badan Pekerja AM Sinode yang disebut Badan Pekerja Harian maupun Badan Pekerja Lengkap.
Namun Yan mencatat bahwa kendatipun proses persidangan dapat memilih dan menetapkan beberapa keputusan, termasuk memilih dan mengangkat Badan Pekerja Am Sinode dan BPPG tingkat Sinode, sepanjang sejarah perjalanan lahir, tumbuh dan berkembangnya GKI DI Tanah Papua sejak berdiri sah tanggal 26 Okotober 1956, baru pertama kali dalam Sidang Sinode XVII di Waisay-Klasis Raja Ampat Utara ini, terjadi "intervensi" negara melalui kehadiran institusi dan aparat keamanan dari Polri dan TNI yang sangat besar sepanjang berlangsungnya sidang sinode.
"Padahal di dalam Tata Gereja GKI Di Tanah Papua sendiri pada Bab VI Pasal 23 serta Peraturan GKI tentang Jemaat, Klasis dan Sinode Bab IV tentang Sidang Sinode Pasal 13 angka 1 hingga angka 9 sama sekali tidak diperbolehkan dalam situasi apapun adanya kehadiran aparat keamanan negara dalam sebuah Sidang Sinode GKI Di Tanah Papua," kata dia.
Berkaitan dengan itu, kata dia, FPPJ telah menulis laporan resmi tentang situasi tersebut kepada Dewan HAM PBB di Jenewa dan mendesak dikirimnya Pelapor Khusus untuk Kebebasan Beragama serta Kebebasan Berserikat dan berkumpul untuk masuk ke Tanah Papua dan menulis laporan serta rekomendasi mengenai perilaku pengamanan yang cenderung berlebihan dan mencederai Tata Gereja tersebut.(Melqy)
Sumber:Satuharapan.com
0 Response to "Pasca Pertikaian Perlu Rekonsiliasi di GKI Di Tanah Papua"
Posting Komentar