MAJALAHLAPAGO - Wakil Ketua Komisi I DPR Papua bidang politik hukum dan HAM, Orwan Tolli Wone kembali menyoroti kasus Tolikara, 17 Juli 2015. Ia menilai, sidang terhadap dua terdakwa dalam kasus itu, Jundi Wanimbo dan Arianto Kogoya rekayasa dan dipaksakan.
Legilsator dari daerah pemilihan Tolikara dan sekitarnya ini meminta pihak kejaksaan menghentikan kasus itu sebelum memasuki 2016. Katanya, pihak GIDI dan umat muslim setempat telah berdamai. Pemerintah Tolikara juga sudah membangun kembali kios dan mushollah yang terbakar ketika kejadian. Kini tak ada masalah kedua pihak.
“Tapi kenapa kasus ini terus didorong keproses hukum. Saya baca di media, tiga haji yang bersaksi dipersidangan dua terdakwa menyatakan tak melihat keduanya diantara kerumunan massa dan tak melihat mereka melakukan pelemparan. Tapi dalam pembacaan dakwaan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menjerat kedua pemuda GIDI itu dikenakan pasal penghasutan, pembakaran dan pengrusakan,” kata Orwan, Senin (21/12/2015) malam.
Katanya, JPU seakan berusaha menjegal kedua pemuda GIDI dengan berbagai pasal. Ia khawatir, proses hukum keduanya akan berdampak ke masyarakat. Padahal kondisi di Tolikara kini sudah kondusif. Umat GIDI dan muslim sudah kembali hidup berbaur di masyarakat.
“Kenapa hanya dua pemuda itu yang diproses hukum. Bagaimana dengan pelaku penembakan yang melukai 11 warga GIDI dan mengakibatkan satu orang meninggal dunia. Sampai dimana prosesnya. Apakah pelaku sudah teridentifikasi. Kinerja penegak hukum perlu dipertanyakan,” ucapnya.
Katanya, aparat kemanan, polisi dan TNI harus berani mengakui jika memang pelaku adalah oknum anggotanya. Jangan menutupi kesalahan. Begitu juga sebaliknya. Jika pelaku bukan oknum aparat keamanan, sampaikan ke publik. Prose hukum kini sudah tidak benar. Terlihat ada skenario. Dikatakan, cara-cara seperti ini yang selalu mengorbankan masyarakat. Orang tua, saudara dan sanak keluarga korban luka tembak dan meninggal dunia menunggu adanya keadilan. Nyawa manusia lebih berharga dari materi. “Keadilan ada dimana? Jangan membodohi masyarakat. Ini akan jadi penilaian masyarakat kepada kinerja penegak hukum. Ada korban nyawa tapi tak dipeduli. Jangan memelihara kasus ini,” katanya.
Dalam persidangan di Pengadilan Klass IA Jayapura, 2 Desember 2015, tiga haji yang dihadirkan JPU sebagai saksi yakni Haji Sarno, Haji Usman, dan Haji Ali Muhktar menyatakan tak melihat Jundi Wandikbo dan Arianto Kogoya dalam insiden Tolikara seperti yang dituduhkan jaksa. Meski membenarkan terjadi pelemparan batu ke arah umat muslim sekitar 400-500 orang yang tengah ibadah Sholat Ied di halaman Koramil Karubaga, kira-kira pukul 06.30 pagi waktu Papua. Namun, tiga haji ini mengaku tidak melihat Arianto Kogoya dan Jundi Wanimbo di antara sekelompok masa pemuda GIDI yang mendatangi umat muslim pagi itu.
“Saya kenal Jundi Wanimbo, karena beberapa kali belanja di kios saya, yang turut terbakar. Namun, baru mengenal Arianto setelah sidang. Saya waktu itu tidak melihat, saya dalam keadaan panik saat itu. Saat melihat Arianto di TKP tapi tidak melihat (dia) melempar,” kata Haji Sarno dalam sidang, menjawab pertanyaan hakim.
Hal senada dikatakan kedua saksi lainnya, Haji Ali Usman dan Ustad Ali Muhktar. Arianto Kogoya menyampaikan ucapan terima kasih kepada Haji Sarno, yang adalah gurunya saat di SMP Negeri Karubaga, Kabupaten Tolikara, karena mau hadir dalam sidang meski harus datang dari tempat jauh, Karubaga ke Jayapura.
Sumber: Tabloidjubi.com
0 Response to "Kata Legislator, Kasus Tolikara Berbau Rekayasa Dan Dipaksakan"
Posting Komentar