Di Papua, Pelecehan Sexual Sering Terjadi Pada Jurnalis Perempuan

Ilustrasi foto
JAYAPURA, PACEKRIBO - Selain isu kebebasan pers yang masih memprihatinkan di Papua, para jurnalis perempuan di Papua menghadapi masalah lainnya yang tak kalah memprihatinkan. Pelecehan sexual seringkali menimpa para jurnalis perempuan ini usai melakukan peliputan.

Fakta ini ditemukan oleh delapan jurnalis dari delapan media yang berbasis di Jakarta, Makassar dan Solo yang sejak 29 Januari – 3 Februari 2017 berkunjung ke Papua untuk mendapatkan fakta di lapangan terkait kebebasan pers di Papua. Delapan jurnalis ini tergabung dalam Media Freedom Committee Indonesia (MFCI).

"Biasanya terjadi usai melakukan liputan. Narasumber yang diliput mulai bertanya-tanya melalui pesan singkat (SMS). Pertanyaan awal biasanya tentang hal-hal yang wajar. Tapi pertanyaan selanjutnya mulai menjurus pada hal-hal yang bersifat pribadi dan akhirnya berbau pelecehan sexual," kata Adi Marsela, satu dari delapan jurnalis yang berkunjung ke Papua ini dalam konsferensi Pers yang diselenggarakan di Hotel AOne, Jakarta, Sabtu (4/2/2017).

Lanjutnya, kasus-kasus pelecehan sexual seperti ini seringkali dianggap biasa oleh para jurnalis perempuan.

"Para jurnalis ini memilih tidak melaporkannya sebagai pelecehan sexual kepada pihak yang berwenang," katanya.

Masalah lain yang ditemukan oleh delapan jurnalis ini adalah regenerasi jurnalis. Perusahaan media sulit merekrut jurnalis-jurnalis baru.

"Radar Timika pernah melakukan rekruitmen jurnalis baru, di hari pertama ada tiga puluh yang ikut pelatihan, di hari kedua berkurang menjadi 12 orang dan di hari ketiga sudah tak ada lagi yang datang," jelas Palupi Auliani, jurnalis yang terlibat dalam proyek MFCI di Timika.

Model bisnis yang tidak sehat juga berpengaruh pada independensi sebuah media.
"Misalnya di Timika, yang pendapatan media bersumber dari Freeport dan anak perusahaannya serta pemerintah setempat," tambah Palupi.

Sebagai informasi tambahan, Indeks Kebebasan Pers yang disusun Dewan Pers pada tahun 2015 menyebutkan provinsi Papua berada dalam kondisi agak bebas dengan skor 63,88. Sedangkan Provinsi Papua Barat tercatat sebagai provinsi kurang bebas dengan akor 52,56.

(Sumber: tabloidjubi.com)

Sign up here with your email address to receive updates from this blog in your inbox.

0 Response to "Di Papua, Pelecehan Sexual Sering Terjadi Pada Jurnalis Perempuan"

Posting Komentar