Ilst foto kekerasan di hadapan orang |
JOGYA, PACEKRIBO - Kebanyakan orang menganggap kekerasan hanya dalam konteks yang sempit, biasanya berkaitan dengan perang, pembunuhan atau kekacauan, padahal kekerasan itu bentuknya bermacam-macam. Fenomena yang dapat dikategorikan dalam kekerasan seperti ini banyak sekali jumlahnya. Jika orang sepakat bahwa setiap tindakan yang mengganggu fisik atau kondisi psikologis seseorang adalah satu bentuk kekerasan, seharusnya orang menyadari bahwa rasisme, polusi atau kemiskinan dapat juga dianggap sebagai suatu bentuk kekerasan.
Adanya berbagai perbedaan kategori dan bentuk kekerasan membutuhkan berbagai macam klasifikasi yang spesifik, bebas dari bias dan jauh dari kelemahan-kelemahan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Pembedaan atas bentuk-bentuk kekerasan yang analitis, tidak parsial dan teliti harus memenuhi dua kriteria utama, yaitu objektifitas (objektivity) dan kelengkapan yang mendalam (exhaustivity).
Objektifitas menuntut sebuah devinisi yang bebas nilai, lepas dari pengaruh budaya dan politik dari rejim yang berkuasa, serta terlepas dari kodifikasi sistem yang ada. Sedangkan klasifikasi yang lengkap dan mendalam mensyarakan definisi yang sistematis terhadap seluruh bentuk kekerasan yang dapat menimpa manusia. Ada empat jenis kekerasan yang pokok memenuhi dua kriteria di atas, yakni kekerasan langsung (direct violence), kekerasan tidak langsung (indirect violence), kekerasan represif (repressive violence), dan kekerasan alienatif (alienating violence).
Kekerasan Langsung
Kekerasan langsung merujuk pada tindakan yang menyerang fisik atau psikologis seseorang secara langsung. Yang termasuk dalam kategori ini adalaah semua bentuk pembunuhan individual atau kelompok, seperti pemusnahan etnis, kejahatan perang, pembunuhan massal, dan juga semua bentuk tindakan paksa atau brutal yang menyebabkan penderitaan fisik atau psikologi seseorang ( pengusiran paksa terhadap masyarakat, penculikan, penyiksaan, pemerkosaan dan penganiayaan, perampokan dengan pemberitaan). Semua tindakan tersebut merupakan tindakan yang tidak benar yang mengganggu hak-hak asasi manusia yang paling mendasar, yakni hak untuk hidup
Kekerasan Tidak Langsung
Kekerasan tidak langsung adalah tindakan tindakan yang membahayakan manusia, bahkan kadang-kadang sampai ancaman kematian, tetapi tidak melibatkan hubungan langsung antara korban dan pihak ( orang, masyarakat, atau institusi) yang bertanggungjawab atas tindak kekerasa tersebut. Di sini terdapat dua sub kategori yang bisa dibedakan, kekerasan dengan pembiaran dan kekerasan yang termediasi.
Kekerasan dengan atau karena pembiaran (violence by omission) digambarkan dengan seseorang dalam keadaan bahaya yang tidak dapat menolong. Kalau hendak memberikan hukuman kepada pelakunya, yaitu orang yang mengetahui tetapi menolak untuk menolong korban kecelakaan atau penganiayaan yang membutuhkan pertolongan segera, maka kita perlu menerakan konsep kriminal failure to intervene, yaitu ketika kehidupan manusia terancam oleh tindakan yang berbahaya secara teknis tidak bisa dihindari atau tidak bisa dikontrol oleh masyarakat. Misalnya, masyarakat menyalahkan pemerintah Amerika-Serikat yang gagal mencegah, atau setidaknya menghalang-halangi, pembunuhan massal terhadap 6 juta warga Yahudi selama Perang Dunia II, padahal Departemen Dalam Negeri Amerika-Serikat telah mengetahui informasi tentang rencana pembunuhan oleh Hitler ini semenjak awal bulan Agustus 1942. Baru pada bulan Januari 1944, setelah mengetahui isi dokumen rahasia yang berjudul Acquiesence of This Goverment in the Murder of the Jews, Presiden Rooselvet memerintahkan untuk mengambil langkah-langkah penyelamatan korban rencana pembasmian massal oleh Nasi itu.
Isu kelaparan juga menggambarkan bentuk kekerasan tidak langsung. Ketika manusia menderita kelaparan atau kurang makan, bukan karena akibat terjadinya bencana alam, tetapi karena alasan-alasan yang bersifat sosial dan politik (pendapatan yang rendah, distribusi makanan yang tidak merata, pengiriman makanan yang tidak lancar, kebijakan ekspor yang mengabaikan kebutuhan masyarakat lokal, kurangnya akses sumber pangan karena berbagai sebab lainya), maka masyarakat ini bisa dianggap sebagai korban kekerasan sosial (social violence) yang dilakukan oleh masyarakat atau intitusi sosial atau malah negara ( misalnya, perusahan multinasional agro industri, atau pejabat negara yang mengurusi pasar).
Fenomena ini kadang-kadang menyebabkan tindakan kejahatan. Pada tahun 1944-1945, misalnya, penempatan pasukan Prancis Indo-Cina ikut berperang menjadi penyebab 2 juta penduduk Vietnam mati kelaparan, karena pasukan tersebut menghalang-halangi penyaluran beras setelah di daerah itu mengalami gagal panen; Contoh yang lain adalah selama berlangsungnya perang Biafra, pemerintah federal Nigeria secara sengaja membiarkan penduduk Ibo yang memisahkan diri menderita kelaparan. Selain contoh yang ekstrim tersebut, kita juga bisa menemukan contoh lain yang tidak kurang dramatisnya, yaitu kelaparan yang mencerminkan distribusi tanah yang sangat tidak adil. Pierre Spitz mengatakan bahwa kelaparan adalah “kekerasan yang diam’ (silent violence) di jaman modern ini. Menurut data statistik PBB, 10.000 orang mati karena kelaparan setiap hati dan jumlah total orang yang menderita malnutrisi kronis mencapai 500 juta, 150 juta diantaranya adalah anak-anak yang berusia dibawah 5 tahun.
Yang termasuk kekerasan karena pembiaran, bukan saja karena kekersan yang bersifat biologis atau psikologis, tetapi juga terhadap orang yang menderita sakit (illines). Sebagaimana Ivan Illitch telah katakan, secara umum, analisis tentang kematian orang dalam jumlah banyak cenderung menunjuk lingkungan sebagai determinan pertama yang mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat. Mengamati kondisi masyarakat yang rentan terhadap penyakit biasanya didasarkan pada faktor geografis, sosial, dan etnis. Secara khusus, yang merupakan faktor kunci adalah kondisi habitat hidup manusia, living conditions (seperti pada daerah pedesaan dan perkotaan, kualiatas rumah dan pemukiman, suplai makanan dan pola konsumsi, ketersedian air bersih dan sanitasi), daya beli (akses terhadap obat dan jaminan kesehatan) dan kekuasan politik (kemampuan mempengaruhi publik untuk mengalokasikan uangnya di sektor kesehatan)
Dua contoh tentang kelaparan dan penyakit di atas membuat kita memahami mengapa Mark Twin menyebut kemiskinan sebagai teror paling mengerikan’. Dari sudut pandang ini, para petani miskin di Afrika dan Asia yang meninggalkan desanya menuju ke kota yang penuh dengan perkampungan kumuh yang secara cepat berkembang di kota-kota Dunia Ketiga, disebut sebagai pengungsi-pengungsi miskin (powerty refuguees). Secara umum kelompok masyarakat yang kurang mendapatkan perlindungan dalam hal pemenuhan kebutuhan dasarnya, yaitu kesulitan menggunakan fasilitas kesehatan, peralatan pecegah kecelakaan, atau bantuan ketika terjadi bencana alam, seperti angin ribut, gempa bumi merupakan korban kekerasan tidak langsung.
Kebalikan dari vilionce by omission (kekerasan karena pembiaran) yang terjadi secara pasif, mediated vilionce (kekerasan yang dimediasi) adalah hasil dari intervensi manusia secara sengaja terhadap lingkungan alam atau sosial yang membawa pengaruh secara tidak langsung pada manusia lain. Pengaruh ini dirasakan segera, tetapi datang melalui faktor perantara. Sehingga hubungan antara orang atau institusi yang bertanggung jawab (termasuk negara) atas tindak kekerasan ini dan korbannya tidaklah langsung.
Semua bentuk ekosida, yaitu tindak penghancuran, gangguan dan perusakan alam lingkungan hidup, termasuk di dalam kekerasan jenis ini, karena akan mengganggu kesehatan, dan penyebab penderitaan manusia dan kesengsaraan. Misalnya, Agen Orante, saat yang banyak digunakan oleh tentara Amerika-Serikat selama berlangsungnya perang Vietnam dan juga oleh tentara Uni Soviet di Afganistan, yang bermaksud untuk menghancurkan tanaman musuh yang siap dipanen, telah menyebabkan cacat genetik pada bayi-bayi yang baru lahir di daerah tersebut dan penyakit kanker pada para veteran Amerika Serikat dan Uni Soviet.
Contoh yang lain adalah uji coba bom atom, polusi industri yang berlangsung lama atau penjualan produk yang ( secara sengaja) membahayakan pemakainya. Bentuk nyata dari praktek ini adalah apa yang biasa dilakukan oleh perusahan multinasional (MNC) Eropa dan Amerika Serikat yang menjual bebas produk beracun ke negara-negara Dunia Ketiga, padahal di negara asalnya dilarang karena dapat menyebabkan kanker, malformasi genetik atau keguguran dan kematian. Produk-produk tersebut diantaranya pestisida (DDT) ,benih tanaman trnsgentik, pupuk-pupuk kimiawi, tekstil ( pakaian bayi yang berasal dari bahan karsinogenik (carcinogenic cyclamate) atau yang membahayakan kesehatan seperti fast food.
Secara umum yang dapat dikelompokkan sebagai kekerasan tidak langsung adalah setiap modifikasi terhadap lingkungan sosial dan ekonomi yang menyebabkan pengrusakan makluk hidup dan kondisi kesehatannya secara substansial. Kebijakan pertanian masa kolonial di banyak negara Afrika, Asia dan Amerika Latin termasuk dalam kategori ini. Mengekspor makanan hasil panennya sendiri dan justru dan mengkomsumsi makanan impor sering kali mengakibatkan kelangkaan persediaan makanan di kalangan masyarakat desa. Jika kemudian masyarakat dilanda kelaparan, maka semua ini tidaklah terjadi secara alamiah karena lingkungan geografis atau iklim yang buruk, atau pembunuhan penduduk yang secara cepat, tetapi karena strategi kebijakan ekonomi yang keliru.
Seperti Bertolt Bercht sampaikan ‘kelaparan tidak terjadi secara kebetulan ,tetapi diorganisasi oleh bisnis yang besar’. Diantara berbagai bentuk mediated violence, orang juga harus memperhatikan situasi dimana masyarakat menjadi semakin miskin dan munculnya gangguan pada makluk hidup yang disebabkan oleh pengelolaan sumber daya alam yang tidak teratur. Ada dua catatan yang perlu diperhatikan sebelum kita mengakhiri pembicaraan mengenai bentuk-bentuk utama kekerasan tidak langsung.
Pertama, di antara violence by omission (kekerasan karena pembiaran) dan mediated violence (kekerasan dengan mediasi) terdapat banyak sisi yang saling melengkapi. Kekerasan karena pembiaran dicirikan dengan kondisi yang tetap, sedangkan kekerasan yang dimediasi lebih sering dikaitkan dengan gerak dinamis yang menghubungkan antara modifikasi lingkungan sebagai penyebab terjadinya kekerasan dan kekerasan itu sendiri. Akibat dari kekerasan yang dimediasi seringkali dapat menjelaskan asal mula kekerasn karena pembiaran, misalnya dalam kasus kelaparan.
Kedua, orang atau institusi yang bertanggung jawab atas tindak kekerasan tidak langsung belum tentu dianggap pelaku kejahatan hukum maupun masyarakat. Intervensi atau tindakan berbahaya yang diambilnya bisa jadi justru diniatkan untuk menghargai hukum atau demi menciptakan perdamaian. Misalnya, jika tindakan yang mengakibatkan polusi tidak dilarang oleh hukum, perusahan atau individu yang melakukan perbuatan itu dari sudut pandang legal formal tidak dianggap sebagai pelaku kejahatan.
Kekerasan Represif
Kekerasan represif berkaitan dengan pencabuatan hak-hak dasar selain hak untuk bertahan hidup dan hak untuk dilindungi dari kesakitan atau penderitaan. Oleh karena itu, di dalamnya termasuk pelanggaran hak-hak asasi manusia, meskipun secara langsung atau tidak langsung, tidak membahayakan kehidupan manusia. Kekerasan represif terkait dengan tiga hak dasar, yaitu hak sipil, hak politik dan hak sosial.
Hak-hak sipil yang pokok adalah kebebasan berpikir dan beragama, kebebasan berorganisasi dan berpergerakan, privasi, kesamaan di depan hukum dan hak untuk berusaha secara adil. Hak-hak politik mengacu pada tingkat partisipasi masyarakat secara demokratis dalam kehidupan politik di suatu daerah atau negara (hak untuk bersuara, mengikuti pemilihan umum, kebebasan berkumpul dan berorganisasi atau partai, kebebasan berbicara dan berpendapat, dan kebebasan pers). Sedangkan jaminan terhadap hak-hak sosial diberikan untuk melindungi dari kekerasan represif yang paling sering terjadi yaitu larangan untuk menciptakan atau memilik serikat buruh, atau larangan untuk menciptakan atau memiliki serikat buruh, atau larangan untuk melakukan mogok kerja.
Kekerasan Alienatif
Kekerasan alienatif merujuk pada pencabutan hak-hak individu yang lebih tinggi, misalnya hak pertumbuhan kejiwaan (emosi), budaya atau intelektual (rights emotional, kurtural, or intellectual growth). Pentingnya mendefinisikan dan memasukan hak-hak asasi manusia yang demikian kedalam jenis kekerasan alienatif ini adalah untuk menegaskan bahwa keberadaan manusia juga membutuhkan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan non material. Kepuasan kerja, kesempatan untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan kreatif, kebutuhan anak-anak dan kasih sayang, rasa kepemilikan secara sosial atau identitas budaya adalah contoh-contoh hak asasi tersebut di atas yang dimungkinkan untuk dilanggar, secara sengaja atau tidak.
Salah satu bentuk kekerasan alienatif yang paling kejam adalah apa yang disebut dengan pemusnahan etnis (ethnocide), yaitu kebijakan atau tindakan yang betul-betul mengubah kondisi material atau sosial menjadi di bawah satu identitas kultural kelompok yang dominan. Kebijakan ini bisa dijalankan dengan banyak cara. Indentitas itu dapat berupa kebudayaan, seperti ketika anak-anak diajar (paksa) dengan bahasa resmi, selain bahasa ibu (sebagaimana di sebagain besar negara Afrika), atau kurikulum pendidikan disusun secara sistematis untuk mengesampingkan latar belakang budaya siswa ( misalnya penduduk asli Amerika di Amerika Serikat dan bangsa Kurdi di Turki, Irak dan Iran), atau penyusunan buku-buku sejarah yang secara sengaja hanya mengkaji peristiwa-peristiwa yang dianggap penting bagi kelompok budaya tertentu (misalnya, pembasmian suku Armenia oleh penguasa Turki, atau sejarah versi Jepang ketika menaklukkan Mansuria),atau ketika beberapa kelompok budaya dilarang mengekspresikan identitasnya secara bebas ( misalnya, orang-orang Burgaria keturunan Turki dipaksa menggunakan nama yang sepenuhnya Bulgaria’ atau keturunan orang Tionghoa (Cina) di Indonesia, pada masa Orde Baru dengan atas nama pembauran).
Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Janabarda Yogyakarta
0 Response to "Mengenal-Jenis-Jenis-Kekerasan-Dihadapi-Manusia?"
Posting Komentar