Octovianus Mote |
KRIBO.COM - Keberadaan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP)yang mengklaim sebagai wadah persatuan rakyat Papua dalam berjuang menentukan nasibnya sendiri tampaknya harus menjadi bahan monitor pemerintah pusat lebih seksama.
Diterimanya ULMWP di dalam organisasi negara-negara rumpun Melanesia Pasifik Selatan atau Melanesian Spearhead Group (MSG) walau pun dengan status observer, tampaknya telah menumbuhkan posisi dan strategi baru bagi warga Papua yang tergabung dalam gerakan yang menginginkan kemerdekaan Papua. Pemerintah tampaknya harus secara jeli membaca dan menyimak retorika mereka, jika ingin membangun dialog.
Octovianus Mote, Sekjen ULMWP, dalam pidatonya ketika meresmikan pembukaan kantor perwakilan ULMWP di Wamena yang kontroversial, dengan panjang lebar menjelaskan tujuan perjuangan ULMWP. Ia tak lagi malu-malu menyatakan tentang keinginan mereka untuk merdeka.
Menurut dia, kantor ULMWP di Wamena bukan sekadar kantor, melainkan "rumah dimana kita yang hidup dan mereka yang sudah meninggalkan dunia ini" menjadi satu "dalam perjuangan... kerinduan yang besar akan kemerdekaan."
Octovianus menegaskan bahwa kemerdekaan itu adalah "hak yang Tuhan berikan kepada bangsa Papua," dan sudah dinubuatkan oleh Injil melalui Pdt Izaac Samuel Kijne, tokoh yang pertama kali mendirikan sekolah zending di Wondama pada 1925, dan membawa Injil pertama kali ke Papua pada 5 Februari 1855.
"Dari rumah ini kami, seluruh pejuang bangsa Papua yang kini sudah bersatu dalam satu-satunya wadah ULMWP keluar meyakinkan dunia dan akan kembali membawa kemerdekaan yang dirampok bangsa-bangsa lain di dunia," kata Octavianus dalam pidato yang juga diunggah ke akun facebook organisasi tersebut.
"Di rumah ini, kita akan pasang sejarah dari perjungan kita melalui foto, rangkaian kata-kata dan ukiran hingga benda budaya yang menggambarkan bahwa kita adalah sebuah bangsa merdeka."
Sejatinya, menurut Octavianus, peresmian kantor UMWLP di Wamena dilaksanakan pada 5 Februari, karena mengingat itulah hari dimana Injil masuk ke Papua.
Peresmian diubah ke 15 Februari 2016 karena tanggal itu adalah hari dimana ULMWP mengajukan lamaran untuk menjadi anggota penuh dari keluarga besar MSG. Bagi Octavainus, MSG adalah juga rumah adat bangsa Melanesia.
"Dan itulah hari dimana seorang Pemimpin Bangsa Vanuatu, Joe Natuman, yang ketika itu adalah Perdana Menteri Vanuatu, menyebut ini hari baik untuk menandai bahwa bila Penginjil Papua itu menandai pengusiran kuasa setan rohani, maka itulah hari kita mengusir setan politik."
Octovianus mengingatkan para hadirin bahwa tentang kemerdekaan Papua telah dinubuatkan oleh penginjil IS Kijne, yang mengatakan bahwa "tidak ada bangsa yang akan berhasil memimpin bangsa ini melainkan bangsa ini akan memimpin dirinya sendiri."
Menurut Octovianus, ini adalah "sebuah nubuat mengenai kepastian akan kemerdekaan bangsa Papua."
Menurut Octovianus, pertanyaan kapan bangsa Papua akan merdeka memang selalu muncul. Dan itu, kata dia, adalah pertanyaan bersama yang menjadi "semangat yang menguatkan kita akan kepastian bahwa kemerdekaan itu akan kita raih."
"Tidak ada bangsa yang sebodoh apapun akan hentikan perjuangan apabila tidak yakin bahwa mereka akan merdeka. Kita semua yakin bahwa suatu saat kita akan merdeka."
"Sebagai pemimpin Papua saya hendak memberi kesaksian bahwa saat itu sudah mendekat."
"Dan sebagaimana kata-kata Injil bahwa apa yang sudah Tuhan berkati dan mulai, Dia akan akhiri dengan kepastian akan kemenangan. Kuncinya cuma satu, terus melangkah bersama dengan merendahkan diri dan maju terus atas dasar iman dengan hati terbuka mengikuti lembaran-lembaran baru yang Tuhan buka di depan kita," kata Octovianus.
Sumber: satuharapan.com
Editor: Nuken weko
0 Response to "ULMWP: Kemerdekaan Papua adalah Nubuat Injil"
Posting Komentar