pasukan koteka |
MAJALAHLAPAGO - Untuk menghindari asumsi orang bahwa orang wamena adalah tukang pembunuh, bertindak tegas dan brutal perlu diberi penyelasan tentang budaya orang wamena sendiri. Sebelum itu saya atas nama masyarakat, mahasiswa dan parah intelektual, saya menyampaikan rasa duka sangat mendalam dan juga permohonan maaf yang sedalam-dalamnya kepada saudara-saudara non papua yang telah menjadi korban pembunuhan.
Saya mau sampaikan kepada semua orang rakyat baik papua maupun non papua bahwa budaya orang jayawijaya adalah budaya perang, tetapi budaya orang suku orang jayawijaya tidak pernah membunuh orang tanpa alasan yang mendasar walaupun itu musuhnya. Mereka memiliki filosofi kehidupan yang kental yang mana menghargai keberadaan musuh-musuhnya. Itu semuanya dilakukan sebelum ada injil masuk di daerah wamena.
Bertolak dari budaya orang jayawijaya yang saling menghargai sesama tersebut, saya salah satu anak terdidik dari jayawijaya sangat tidak percaya dan belum bisah menerima tragedi kemanusiaaan itu dilakukan atas inisiatif orang tua dan masyarakat saya.
Ini sandiwara atau skenario apa yang di buat oleh kelompok tidak bertanggung jawab dan tidak mempunyai rasa kemanusiaan. Bagaimana mungkin orang yang sudah lama tijgal diwamena bahkan anak-anak lahir di wamena, besar di wamena dan bersama-sama masyarakat membangun jayawijaya di bunuh secara tidak manusiawi. Dalam mengungkapan misteri ini saya tidak membenarkan tindakan orang tua saya, tetapi maksud saya mari kita mencari sama-sama otak-aktik dibalik pembunuhan itu, pasti ada aktor yang berdiri dengan senjum karena skenarionya sudah berhasil. Mari kita tanya Tuhan dalam doa.
Saya sebagai anak negeri papua umumnya dan khususnya anak wamena (Jayawijaya) sangat mengharapkan kepada pemerintah pusat, jika mau mengirimkan anggota TNI dan POLRI untuk mengamankan sumber daya alam papua ini, lebih baik anggota-anggota TNI dan POLRI profesional dan memiliki rasa kemanusiaan dan yang bermoral baik. Saya berharap jangan anggota TNI dan POLRI titipan dengan tujuan untuk mencapai misi khusus di daerah Tanah Papua cerara kuhusu di jayawijaya.
Karena, tidak mungkin dan tidak masuk akal jika tergedi kemanusiaan di wamena itu di lakukan oleh orang-orang tua saya di wamena. Orang-orang tua saya masih termiskin, tertingal dari dunia kemajuan, tetapi dalam taraf budaya menghargai sesama mereka bukan terbelakang. Pemerintah indonesia harus bertanggung jawab karena peristiwa tragedi kemausiaan di wamena adalah bukan dikontomi papua dan non papua, tetapi akibat ketidakketerbukaan pemerintah indonesia dengan tuntutan rakyat papua untuk berdialogkan prinsip-prinsip demokrasi kemanusiaan serta kesetaraan.
Pemerintah pusat juga, jangan jangan mengacaukan dengan ketidaksolidan antara ketua MRP, ketua DPR, presiden dan wakil presiden. Terkesan bahwa di indonesia ini ada 4 presiden RI dalam periode yang sama dan mengeluarkan perintah juga bertolak belakang satu sama yang lain.
Ini menjadi masyaralkat menjadi korban elit-elit kepentingan politik jakarta. Cukuplah presiden hanya satu, supaya masyarakat papua tidak menjadi mangsa orang-orang jakarta. Kami ini manusia yang perlu di hargai. Jadi tergedi kemanusiaan di wamena adalah tanggung jawab pemerintah pusat, pemerintah tingkat I, tingkat II, TNI, POLRI dan pihak terkait.
0 Response to "Meski Budaya Perang, Tetapi Bukan Pembunuh"
Posting Komentar