Inilah 8 temuan jurnalis Indonesia tentang Kebebasan Pers di Papua

Ilustrasi kebebasan Pers
JAYAPURA, PACEKRIBO - Delapan wartawan dari delapan media yang berbasis di Jakarta, Makassar dan Solo mulai 29 Januari – 3 Februari 2017 berkunjung ke Papua mendapatkan fakta di lapangan terkait kebebasan pers di Papua.

Para jurnalis ini mengunjungi tiga kota, yaitu Timika, Jayapura dan Merauke. Perjalanan ini merupakan bagian dari program Strengthening Media and Society yang didukung oleh World Association of Newspapers and News Publisher (WAN-IFRA).

Tim mendapati sejumlah temuan di tiga kota tersebut:
1. Perlakuan aparat pemerintah dan keamanan yang diskriminatif terhadap jurnalis OAP (orang asli Papua) dan non OAP begitu juga sebaliknya.

2. Masih ada stigmatisasi terhadap jurnalis antara yang pro merdeka dan pro NKRI.  Stigma ini kemudian dijadikan senjata bagi aparat untuk melakukan intimidasi. Stigmatisasi itu juga membuat jurnalis terkotak-kotak.

3. Kerusakan lingkungan terkait dampak ekonomi dan pembangunan yang kerap meminggirkan hak asasi manusia dan kearifan lokal tidak banyak diberitakan karena banyaknya pembatasan dan intimidasi terhadap jurnalis di lapangan.

4. Perlu penguatan kapasitas jurnalistik di Papua, mulai dari penerapan kode etik, pemahaman profesi jurnalis, hingga penguasaan teknologi termasuk model bisnis yang tidak menyandera independensi pers.

5. Perlu adanya perubahan perspektif media di luar Papua dalam peliputan dan pemberitaan Papua untuk mendapatkan fakta yang lebih komprehensif dan faktual.

6. Ada 16 jurnalis asing yang datang dan meliput di Papua sejak Presiden Joko Widodo membuka akses media asing untuk meliput di Papua pada tahun 2015. Meskipun begitu, masalah independensi tetap dipertanyakan karena 11 diantaranya datang didampingi aparatur pemerintah.

7. Tim menemukan fakta terjadinya kasus pelecehan seksual terhadap para jurnalis perempuan di Papua baik yang dilaporkan maupun tidak dilaporkan.

8. Perlu pemerataan infrastruktur komunikasi dan akses teknologi informasi di seluruh Papua untuk meningkatkan kualitas dan kompetisi pelayanan publik.
 
Sebagai informasi tambahan, Indeks Kebebasan Pers yang disusun Dewan Pers pada tahun 2015 menyebutkan bahwa provinsi Papua berada dalam kondisi agak bebas (skor 63,88). Sedangkan Provinsi Papua Barat tercatat sebagai provinsi kurang bebas (skor 52,56).

Anggota tim :

1. Adi Marsiela (Berita Satu/Suara Pembaruan)
2. Arientha Primanita (Jakarta Post)
3. Palupi Auliani (Kompas.com)
4. Gadi Makitan (Tempo)
5. Sunarti Sain (Fajar Makassar)
6. Angelina Maria Donna (Suara.com)
7. Anita Wardana (Tribun Timur)
8. Rini Yustiningsih (Solo Pos)
9. Victor Mambor (Jubi)
10.Frans Labi Kobun (Jubi)
11.Yulius Oktovianus Lopo (Salam Papua)
12.Dominggus Mampioper (Jubi)
13.Eko Maryadi (WAN Ifra)
14.Lina Nursanty (WAN Ifra)

Untuk informasi selanjutnya, hubungi:
Lina Nursanty
+628122135475
mfcindo@gmail.com
www.mfcindonesiablog.wordpress.com


Sumber: tabloidjubi.com

Sign up here with your email address to receive updates from this blog in your inbox.

0 Response to "Inilah 8 temuan jurnalis Indonesia tentang Kebebasan Pers di Papua"

Posting Komentar