Ratusan Anggota Militer dan Brimob di turunkan di Nduga |
Oleh: Solidaritas HAM uituk Nduga
Fakta Operasi Aparat Gabungan
WAMENA, PACEKRIBO - Dua hari belakangan ini (11-12 Juli 2018) publik Papua dirisaukan dengan adanya operasi aparat gabungan militer dan polisi terhadap kelompok bersenjata yang diduga merupakan kelompok TPN/OPM di perkampungan sipil Alguru di Distrik Kenyam, Kabupaten Nduga, Provinsi Papua. Dari berbagai informasi seperti yang dilaporkan oleh SuaraPapua.com dan TabloidJubi.com, bahwa telah terjadi penyerangan udara oleh aparat gabungan terhadap kelompok TPN/OPM yang bermarkas di Kampung Alguru1. Dalam laporan media tersebut, Pemerintah Kabupaten Nduga: Bupati dan Wakil Bupati menyatakan semenjak tanggal 11 April 2018 aparat gabungan mengunakan satu unit helikopter untuk melakukan operasi penembakan dari atas udara ke arah Kampung Alguru. Operasi tersebut dilakukan dari pagi sampai sore.
Informasi tentang operasi gabungan aparat polisi dan TNI ini telah dibenarkan oleh pihak Kepolisian dan TNI. Dalam pernyataan yang disampaikan oleh Kapolres Jayawijaya dan Polda Papua bahwa Operasi tersebut dilakukan terhadap kelompok bersenjata yang telah melakukan penembakan anggota kepolisian saat pengamanan Pilkada pada tanggal 25 Juli 2018 di Bandara Kenyaam, Nduga. Kepolisian juga membenarkan penggunaan satu helikopter dalam operasi tersebut yang mengangkut bahan makanan.
Rentetan Kontak Senjata antara Aparat dan TPN/OPM, serta Penambahan Pasukan sebelum operasi besar-besaran aparat gabungan tanggal 11 Juli 2018, kedua belah pihak (aparat dan kelompok TPN/OPM) dalam dua bulan belakangan ini gencar melakukan kontak senjata dengan dalilnya masing-masing.
Kami mencatat telah terjadi kontak senjata antara aparat gabungan dengan TPN/OPM sebanyak 4 kali dari bulan Juni – Juli 2018. Penembakan yang memakan korban jiwa terjadi pada tanggal 25 Juni yaitu penembakan kelompok TPN/OPM terhadap pesawat Twin Otter yang mengangkut sejumlah aparat polisi pengamanan Pilgub di Nduga, yang mengakibatkan tiga orang meninggal. Dua orang dari korban merupakan anggota kepolisian dan satu orangnya merupakan warga sipil yang berprofesi sebagai pilot Twin Otter. Aksi tersebut terjadi di landasan bandara Kenyam. Sebelum penembakan pada 25 Juni 2018 lalu, dua hari sebelumnya yakni tanggal 22 Juni 2018 kelompok TPN/OPM juga menembak pesawat Twin Otter di lokasi yang sama.
Penambahan pasukan dalam jumlah banyak terus dikerahkan ke Kabupaten Nduga pasca kontak senjata tanggal 22 dan 25 Juni tersebut. Khususnya dari kepolisian, ratusan personil pasukan Brimob dari Polda Papua telah dikerahkan dalam beberapa tahap ke Kabupaten Nduga. Dari informasi yang diperoleh, total aparat gabungan yang didatangkan dalam operasi tersebut telah mendekati 1000-an personil pasukan. Pengerahan pasukan ini dikendalikan langsung oleh Kapolda Papua. Dalil aparat dalam operasi tersebut bahwa
operasi di Kampung Alguru merupakan operasi penegakan hukum terhadap kelompok bersenjata yang mengganggu jalannya pelaksanaan Pilgub.
Kesepakatan Bersama antara Aparat, Pemerintah dan Masyarakat Nduga
Sebelum aksi operasi besar-besaran aparat gabungan tanggal 11 Juli 2018, menurut informasi yang kami peroleh pada tanggal 29 Juni 2018 telah diadakan pertemuan bersama antara pihak aparat Polisi, TNI dengan pemerintah dan masyarakat yang membicarakan tentang kondisi keamanan di daerah Nduga dan pelaksanaan Pilgub. Kepolisian diwakili oleh Kapolda Papua Irjen Pol. Boy Rafly Amar dan TNI diwakili oleh Pangdam 17 Cendrawasih Maijen TNI. George E. Supit. S.sos, Pemerintah Nduga diwakili oleh Bupati Yairus Gwijangge dan masyarakat diwakili oleh beberapa tokoh masyarakat. Akhir dari pertemuan tersebut disepakati Pilgub dapat dilaksanakan dan aparat akan menjamin keamanan kondusif bagi masyarakat Kabupaten Nduga.
Kondisi Warga Pasca Operasi Aparat
Pasca Operasi aparat di Kampung Alguru pada tanggal 11 Juli 2018, masyarakat Nduga merasa tidak aman dan nyaman. Keselamatan masyarakat Nduga sangat terancam oleh aksi kontak senjata kedua kelompok tersebut (Aparat Polisi TNI dan TPN/OPM). Dari laporan Pemerintah Nduga dan warga yang dipublikasi oleh berbagai media masa lokal dan nasional diketahui bahwa akibat dari operasi aparat tersebut warga Kampung Alguru telah mengungsi dari kampungnya ke hutan serta meninggalkan kampungnya ke bebarapa daerah lainnya seperti Wamena dan Yahukimo. Tidak hanya warga kampung Alguru saja yang tidak nyaman tetapi juga operasi tersebut berdampak pada warga tiga kampung disekitarnya dan juga warga Kota Kenyam (Ibu Kota Kabupaten Nduga) juga secara langsung merasa terancam. Bupati mengatakan, akibat operasi tersebut banyak warga yang trauma dan ketakutan. Berdasarkan pengakuan Ketua Klasis Gereja Kemah Injili Kenyam Pdt. Zakeus Kogoya bahwa ditemukan tiga orang meninggal pasca penyisiran.
Tentunya dampak langsung lainnya dari operasi tersebut juga adalah matinya aktifitas pendidikan bagi anak-anak Nduga dan putusnya akses layanan kesehatan bagi warga Nduga di Kampung Alguru dan tiga kampung dekat lainnya, dan juga secara umum di seluruh Kabupaten Nduga. Juga aktivitas pembangunan pemerintah lainnya dapat terhambat.
Respon atas peristiwa tersebut, berbagai pihak telah menyuarakan penghentian tindakan berlebihan aparat. Pihak DPR Papua telah menyuarakan agar aparat keamanan tidak menambahkan pasukan dan menarik pasukannya dari Nduga. Pemerintah Kabupaten Nduga telah menyerukan kepada aparat agar menghentikan aksi penembakan udara dan pengunaan aparat dalam jumlah banyak dan senjata berat: (diduga) bom atau peralatan lain yang membahayakan warga, serta segera menarik pasukannya dari Nduga.
Sikap Solidarias HAM untuk Nduga
Dari penjelasan rentetan peristiwa kontak senjata, bentuk penyerangan pada tanggal 11 Juli 2018, penggunaan persenjataan oleh aparat, jumlah aparat gabungan dan kondisi warga sipil dapat menggambarkan secara umum bahwa operasi tersebut sangat serius mengancam keselamatan, rasa aman dan keselamatan warga Nduga. Operasi tersebut tentunya berdampak pada tidak efektif atau matinya pelanyanan permerintah. Itu artinya telah terjadi hilangnya banyak hak-hak (Sipol dan Ekosob) warga Nduga akibat konflik dimaksud.
Situasi darurat ini harus dihentikan. Pihak aparat keamanan harus membangun pendekatan persuasif dengan kelompok bersenjata. Metode pendekatan persuasif yang digunakan dapat menciptakan kondisi kondusif di Kabupaten Nduga.
Oleh sebab itu Kami Solidaritas HAM untuk Nduga yang terdiri dari berbagai elemen kelompok masyarakat sipil yang konsen dan aktif dalam pemenuhan dan kemajuan HAM di Papua menyatakan sikap kami:
Prihatin terhadap kondisi masyarakat Nduga, pasca operasi gabungan pada tanggal 11 Juli di Kampung Alguru, Kabupaten Nduga, Papua;
Mendesak Aparat Polisi dan TNI menghentikan operasi ke Kampung Alguru, Kabupaten Nduga;
Mendesak Pemerintah Provinsi Papua, Kabupaten Nduga, TNI dan Polri untuk menjamin keamanan dan keselamatan warga Nduga tanpa terkecuali;
Mendesak dibuka akses dan memberikan jaminan keamanan dan keselamatan bagi Pekerja HAM, jurnalis dan medis;
Mendesak Komnas HAM untuk segera melakukan investigasi dan langkah-langkah selanjutnya terkait peristiwa penyerangan tersebut.
Mendesak Pemerintah Pusat dan Provinsi Papua bertindak proaktif dalam penyelesaian konflik Nduga;
Mendesak segera dibentuknya Tim Pencari Fakta Gabungan (TPFG) untuk mengumpulkan bukti dan fakta, proses dan dampak dari operasi gabungan tanggal 11 Juli 2018;
Kapolda Papua harus menjelaskan secara konperhensif dan transparan operasi penegakan hukum di Nduga kepada publik.
Jayapura, 13 Juli 2018
Nara hubung:
Pdt Dora Balubun : 0813 1572 2242
Yohanis Mambrasar : 0812 2161 1871
Mulfisar : 0811 4806 114
Kami yang Bersolidaritas:
PAHAM PAPUA, LBH PAPUA, PBH CENDERAWASIH, SKPKC Fransiskan Papua, KPKC SINODE GKI di TANAH PAPUA, ALDP,PMKRI CABANG JAYAPURA, BERSATU UNTUK KEBENARAN (BUK), GARDA PAPUA, FORUM INDEPENDEN MAHASISWA (FIM) WEST PAPUA, GempaR PAPUA, WALHI PAPUA.
0 Response to "Hentikan Operasi Gabungan di Kabupaten Nduga, Provinsi Papua "
Posting Komentar