Foto Dewira Rahmat Bersama Bosnya |
BALI, PACEKRIBO - Kalau sebagai pendatang baru dan ingin bikin KTP baru ditempat baru di seluruh wilayah Indonesia, urusannya bisa agak ribet.
Saya dulu tinggal di Bali sekitar 17 tahun, di Jawa sekitar 4 tahunan, di Batam 2 tahunan, dan KTP saya masih selalu Lampung. Biasanya kalau sebagai pendatang ingin membuat KTP ditempat baru, harus ada: surat pindah tempat dari daerah asal, mungkin juga SKCK, KK lama dan calon KK baru, dll.
Saya dulu, sebagai pendatang 17 tahunan di Bali, sebagai pendatang harus punya KTP asal & KTP sementara yang disebut Kipem. Kipem harus diperbaharui setiap 3 bulan sekali. Kalau terlambat diperbaharui dan kena razia yang biasa diadakan dari pintu ke pintu, bisa didenda 150rb.
Memang bagi pendatang yang tinggal di daerah lain... Semua pasti membingungkan... Saya lahir di Lampung, orangtua dari Jawa. Tentu dulu saya biasa diejek oleh teman-teman sekolah di Lampung sebagai: "Jawa koek". Seperti ayam yang ketakutan hihihiii. Padahal saya orangnya tidak pernah takut...
Terus saya di Bali, biasa kalau sebagai pendatang, susah mencari kerja... Apalagi setelah bom Bali... Sebagai orang Islam, harus biasa untuk terima dicaci-maki atau kehilangan kerja bila bos nya Katholik atau bule... Setelah bom Bali... Semua umat Muslim, juga sering dituduh sebagai terrorist... Ada juga cerita saat saya kuliah di universitas Udayana, dan saat itu tahun 2012, ada konflik antara pendatang Bali dan penduduk asli Lampung di Lampung... Saya pun sempat terkena getahnya... Dimusuhin beberapa teman sekampus atau ada yang menjaga jarak... Heheheee saya juga mengerti, itu kan namanya adalah solidaritas mereka sebagai sesama orang Bali...
Bagaimanapun... Saya pernah bertemu teman dari Papua di Universitas Udayana dibukit Jimbaran... Karena saya pernah liburan ke Fiji, dan New Caledonia, juga tinggal di Timor Leste sebentar, dan punya banyak teman yang berasal dari Flores, Kupang, Lombok, Maluku juga... Saya tahu bedanya penduduk Maluku, Flores dan Timor yang lebih Polenisia dan Papua yang lebih ke Melanesia... Tentu saja banyak orang Jawa, Sumatera, Bali, dll... Yang tidak pernah atau kurang jalan-jalan..., mereka tidak tahu bahwa badan orang Melanesia besar dan bongsor - kata orang Jawa (cepat besar & tinggi).
Disaat saya tinggal di Bali, saya betul-betul bahagia begitu kuliah Sastra Inggris & belajar kebudayaan Bali: bahasa Bali yang kasar dari teman kerja atau teman Bali yang di jalanan, dan bahasa halus Bali dari teman kuliah dan di rumah, belajar huruf Bali, ikut kelas Agama Hindu, dekat dengan saudara-saudara angkat di Bali, dan dekat dengan semua teman-teman asli Bali...
Kuncinya untuk menjadi pendatang yang bahagia adalah membaur... Kita berteman dengan mereka, memasak sama-sama, ikut upacara agama mereka, walaupun hanya untuk melihat saja, dan sebagainya... Bila kita membaur dengan penduduk asli... Kita biarkan MEREKA mengenal kita, dan kitapun belajar untuk mengenal dan memahami mereka semua... Maka kita akan memahami dan menyayangi saudara-saudara kita atau orang lain yang asal, suku atau adat-istiadatnya berbeda dengan kita sendiri.
Sekarang ini saya jadi pendatang di Australia karena suami adalah warga negara Australia, saya harus belajar bicara bahasa Inggris seperti orang Australia, saya juga harus membaur dengan budaya orang kulit putih Australia dan juga suku asli Aborigin Australia... Dengan membaur in syaa Allah, kita akan merasa lebih bahagia & memahami tempat, makanan & budaya yang berbeda. Saling menyayangi dan menghargai dalam perbedaan. Aamiin ya rabbal alamin. Semoga berguna. (Dewira Rahmat)
0 Response to "Berbagi Pengalaman Sebagai Pendatang"
Posting Komentar